Teranew.id, Batang Hari– Praktik pungutan liar (pungli) sebesar Rp200 ribu per kendaraan pengangkut minyak ilegal yang melintas di sejumlah desa di Kabupaten Batang Hari terus menjadi sorotan. Dengan alasan perawatan jalan, kutipan ini diduga terjadi di jalur lintasan utama di Kecamatan Batin XXIV dan Muara Tembesi, salah satunya di Desa Bulian Baru. Dugaan ini memicu keresahan masyarakat karena tidak ada dasar hukum yang sah untuk pungutan tersebut.
Dalih Perawatan Jalan, Kadus Tegaskan Tanggung Jawab Tidak Jelas
Saat dikonfirmasi, Andi, Kepala Dusun (Kadus) di Desa Bulian Baru, membenarkan adanya portal yang memungut biaya dari kendaraan yang melintas. Namun, ia menegaskan bahwa desanya hanya berfungsi sebagai jalur lintasan kendaraan, bukan pihak yang mengelola pungutan tersebut, Rabu (25/12/2024).
“Desa kami cuma lintasan, Bang. Kami tidak ada hubungan langsung dengan aktivitas itu,” ujar Andi kepada awak media, Rabu (25/12). Ia pun menegaskan agar perhatian tidak hanya terfokus pada pungli kecil yang dilakukan di desa, tetapi juga pada aktor besar yang terlibat dalam peredaran minyak ilegal. “Tapi jangan lupa Bang, bos-bos besar minyak itu juga harus disorot. Jangan cuma barang kecil saja yang disalahkan,” serunya.
Sementara itu, Heri, Bendahara Desa Bulian Baru, menjelaskan bahwa portal yang ada di jalur tersebut sudah ada sebelum minyak ilegal mulai merambah wilayah itu. “Portal itu memang untuk perawatan jalan, bukan untuk minyak. Dan pihak desa tidak mengelola pungutan itu,” kata Heri, Rabu (25/12). Namun, hal ini memunculkan pertanyaan, siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas pungutan tersebut jika pihak desa mengklaim tidak terlibat?
Praktik Pungli Meluas ke Desa Lain
Informasi yang dihimpun awak media menunjukkan bahwa praktik pungutan liar serupa juga terjadi di beberapa desa lain yang ada di Kecamatan Batin XXIV dan Muara Tembesi. Kendaraan pengangkut minyak ilegal yang melintas di jalur tersebut diduga dikenakan pungutan dengan nominal yang sama, yakni Rp200 ribu per mobil.
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya juga memberi komentar tentang kondisi ini. “Silakan kalian beritakan! Tidak ada yang perlu ditutupi,” ujarnya dengan tegas saat dimintai keterangan terkait praktik pungli yang melibatkan kendaraan pengangkut minyak ilegal.
Dugaan Pelanggaran Hukum yang Harus Ditindaklanjuti
Jika pungutan ini terbukti dilakukan tanpa dasar hukum yang sah, maka tindakan tersebut berpotensi melanggar sejumlah regulasi, antara lain:
1. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang mengatur bahwa pungutan retribusi hanya dapat dilakukan berdasarkan peraturan daerah yang sah dan diatur dalam peraturan hukum yang berlaku.
2. UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang melarang segala bentuk pemaksaan atau pungutan tanpa dasar hukum yang jelas.
3. UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang melarang pengangkutan dan perdagangan minyak tanpa izin resmi dari instansi yang berwenang.
Jika terbukti bahwa pungutan ini berkaitan dengan aktivitas minyak ilegal, maka pihak-pihak yang terlibat, baik oknum di desa maupun pelaku bisnis minyak ilegal, bisa dijerat dengan pasal-pasal yang lebih berat, termasuk pasal-pasal terkait korupsi dan tindak pidana lainnya.
Tindakan Tegas Diharapkan dari Aparat Penegak Hukum
Praktik pungutan liar ini semakin memperburuk citra pemerintah daerah. Masyarakat kini menuntut agar aparat penegak hukum segera mengambil langkah tegas untuk mengusut tuntas kasus ini. “Hukum harus berlaku adil. Jangan hanya menyasar yang kecil-kecil, tapi juga tindak tegas para pemain besar yang terlibat dalam peredaran minyak ilegal,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Publik berharap agar aparat penegak hukum tidak hanya menghentikan praktik pungli di lapangan, tetapi juga menindak tegas para pelaku minyak ilegal yang selama ini merugikan negara dan masyarakat. Penegakan hukum yang transparan dan adil menjadi harapan untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan aparat hukum.