Ratusan Kelompok Tani Geruduk Kantor Gubernur dan DPRD Provinsi Jambi, Pinta Usut Tuntas PT Sungai Bahar Pasifik

JAMBI – Ratusan masyarakat yang terdiri dari Kelompok Tani Maju Bersama (KTMB) dan Kelompok Tani Sejahtera Jaya Bersama (KTSJB)s| menggelar orasi pada Kamis (15/6) siang.

Orasi yang berlangsung di Halaman Kantor Gubernur dan Kantor DPRD Provinsi Jambi ini digelar untuk menuntut PT Sungai Bahar Pasifik yang diduga menyerobot tanah milik masyarakat.

Bacaan Lainnya

Beberapa tuntutan yang dilayangkan yakni kelompok tani meminta PT Sungai Sungai Bahar Pasifik untuk mengembalikan lahan masyarakat yang ditukar guling.

Kemudian, meminta perusahaan untuk mengembalikan lahan kepada ahli waris yang terkena Hak Guna Usaha (HGU) yang tidak ada kejelasan.

Lenny Ningsih, selaku Koordinator Aksi mengatakan, pihaknya juga menuntut Pemerintah untuk memerintahkan instansi terkait agar HGU PT SBP untuk diukur ulang, baik yang berada di Muaro Jambi maupun di Kabupaten Batanghari.

“Kami meminta segala kelebihan lahan yang diduga melebihi HGU perusahaan untuk dikembalikan ke kelompok tani,” ujarnya, Kamis (15/6), saat diwawancarai di Kantor Gubernur Jambi.

Selain itu, kelompok Tani juga meminta segala pelanggaran yang telah dilakukan oleh perusahaan baik itu bentuk tukar guling, jual beli dan terbitnya sporadik yang berada di hutan kawasan, maupun jenis lainnya yang merugikan masyarakat agar diproses secara hukum.

Mereka tidak hanya mendatangi kantor Gubernur namun juga menyampaikan aspirasinya ke Kantor DPRD Provinsi Jambi.

Lenny berharap kedatangan mereka hari ini membuahkan hasil dan pemerintah juga turut membantu dalam menyelesaikan permasalahan yang sedang mereka hadapi.

Dikatakan Lenny, sebanyak 10 ribu hektare lahan disinyalir masuk ke HGU PT SBP.

“Kalau HGU yang masuk 5.500 tapi disinyalir mencapai 10 ribu hektare,” sebutnya.

Mereka menilai adapun tanah yang diklaim oleh perusahaan tersebut ada lahan masyarakat dan ada kawasan hutan, mereka menyebutkan sampai saat ini perwakilan dari perusahaan tersebut belum ada yang menemui mereka.

“Belum ada yang menemui kami sampai detik ini,” ungkap Lenny.

Lebih lanjut, Lenny menuturkan bahwa konflik ini sudah berjalan sejak tahun 2005 sampai 2023.

“Mulai 2005 sampai sekarang bertahap,” katanya.

Lebih lanjut, kata Lenny, pihaknya juga sudah melaporkan terkait hal ini ke Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (Menkopolhukam RI).

“Mereka (Menkopolhukam) sangat berterimakasih karena kita membantu tugas mereka, membasmi mafia tanah yang selama ini menjadi perambah-perambah berkedok usaha,” pungkasnya. (raf)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.