Teranews.id JAMBI – Ranperda ini antara lain tentang penyelenggaraan kearsipan, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas dan pencabutan Perda yang tidak sesuai ketentuan perundang-undangan. Hal tersebut disampaikannya saat penyampaian pendapat terhadap tiga Ranperda inisiatif DRPD Provinsi Jambi dalam Rapat Paripurna DPRD di Gedung DPRD Provinsi Jambi, Senin (6/9).
Hadir di acara tersebut, Wakil Gubernur Jambi, Abdullah Sani, Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, Sudirman, Ketua, Wakil Ketua serta anggota DPRD Provinsi Jambi dan para pejabat terkait lainnya.
Menurut Gubernur, penyelenggaraan kearsipan adalah keseluruhan kegiatan meliputi kebijakan, pembinaan Kearsiapan dan pengelolaan arsip dalam suatu sistem kearsipan di daerah yang didukung oleh sumber daya manusia, prasarana dan sarana serta sumber daya lainnya. Dalam lingkungan Pemerintahan Daerah,
Penyelenggaraan kearsipan diharapkan dapat tercipta jaminannya keselamatan dan pertanggungjawaban setiap kegiatan baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, penyelenggaraan kehidupan kebangsaan pada umumnya.
“Untuk mewujudkan tujuan dari yang sudah diamanatkan oleh Peraturan perundang undangan tersebut, kualitas penyelenggaraan kearsipan dan pengelolaan arsip di lingkungan Pemerintah Provinsi perlu dibuat aturan atau Payung Hukum berupa Peraturan Daerah; kami mengapresiasi dan mendukung Penetapan Ranperda tentang Penyelenggaraan Kearsipan tersebut, karena melalui Perda ini tanggungjawab Pemerintah Provinsi Jambi, dalam hal ini Perangkat Daerah, terhadap semua arsip-arsip yang diciptakannya akan lebih jelas dan dapat dipertanggungjawabkan,” ungkapnya.
Selanjutnya Gubernur menyampaikan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menegaskan bahwa setiap penyandang disabilitas harus bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabat manusia, bebas dari eksploitasi, kekerasan dan perlakuan semena-mena, serta memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan fisiknya berdasarkan kesamaan dengan orang lain, termasuk di dalamnya hak untuk mendapatkan perlindungan dan pelayanan sosial dalam rangka kemandirian, serta dalam keadaan darurat.
“Selain untuk pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas Ranperda ini dapat mewujudkan penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia dan kebebasan dasar penyandang disabilitas secara penuh dan setara, selain itu untuk menjamin upaya penghormatan dan pemenuhan hak sebagai martabat yang melekat pada diri para penyandang disabilitas. Harapan kami materi muatan Ranperda Perlindungan dan Pemenuhan hak Penyandang disabilitas tidak serta merta mengadopsi Undang- undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sebagai regulasi yang menjadi acuan dalam pembuatan Ranperda tersebut, tapi harus mencerminkan kewenangan yang menjadi lingkup Pemerintah Provinsi, dan muatan lokal sesuai dengan karekteristik Provinsi Jambi,” ungkapnya.
Ia juga berharap Ranperda ini juga menitikberatkan terhadap perencanaan ketersediaan pelayanan di wilayah Provinsi Jambi yang ramah disabilitas secara bertahap sesuai kemampuan Pemerintah Daerah, dan evaluasi pelaksanaan program atau rencana aksi dalam melakukan penghormatan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas, serta meningkatkan koordinasi antar perangkat daerah, dengan pemeritah daerah kabupaten/kota, termasuk dengan pihak swasta.
Selanjutnya Gubernur menyampikan mendukung Pencabutan Perda Provinsi Jambi. Setelah kami identifikasi, Perda-Perda Provinsi tersebut sudah tepat dan sesuai untuk dicabut, serta berdasarkan ketentuan pasal 250 dan pasal 251 undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, ada alasan pencabutan Perda, yaitu bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi; Perda Provinsi yang akan dicabut tersebut tidak sesuai lagi dengan Undang Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
“Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Perda yang akan diberlakukan tidak boleh mengakibatkan terganggunya kerukunan antar warga masyarakat, terganggunya akses terhadap pelayanan publik, terganggunya ketentraman dan ketertiban umum, terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan/atau diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar golongan dan gender, ‘dari ketentuan diatas, Perda yang sudah melalui pengkajian, pembahasan dan alasan yang sudah tidak sesuai lagi dengan ketentuan perundang- undangan, maka Perda tersebut sudah harus dicabut dan mekanisme pencabutan harus sesuai
Penulis : Yuli
Editor : Ory Nofriadi